Tulisan dibawah ini saya buat untuk menjawab pertanyaan
beberapa orang tua siswa yang datang ke private
practice saya untuk keperluan tes bakat-minat dalam rangka penjurusan studi
anak-anaknya. Namun demikian bagi rekan-rekan yang lain juga dapat
menjadikannya sebagai salah satu informasi tambahan untuk memperkaya wawasan.
Pertanyaan pertama : seberapa penting faktor kepribadian
berpengaruh terhadap kesuksesan studi di perguruan tinggi ?
Pertanyaan kedua : anak saya memilih jurusan yang tidak
ngetrend saat ini. Apakah kelak anak saya bisa sukses ?
Pertanyaan ketiga : apa artinya panggilan hidup atau
panggilan jiwa (passion) ?
Baiklah akan saya jawab satu per satu.
Pertanyaan pertama : seberapa penting faktor kepribadian
berpengaruh terhadap kesuksesan studi di perguruan tinggi ?
Jawaban : sangat
penting.
Ya, saya katakan sangat penting. Sebab jika ita mau
merujuk pada hasil riset yang dilakukan oleh Profesor Lawrence K. Jones, Ph.D,
seorang guru besar psikologi di fakultas pendidikan di North Carolina State
University maka saya percaya wawasan kita akan lebih terbuka. Dalam
penelitiannya yang dilakukan bersama timnya selama lebih dari 10 tahun ternyata
ditemukan fakta bahwa mahasiswa yang memilih jurusan kuliah yang sesuai (atau
cocok) dengan profil kepribadiannya cenderung :
- Memperoleh indeks prestasi akademik yang lebih tinggi
- Tetap belajar pada jurusan yang dipilih pada awal masuk kuliah sampai dengan lulus (disebut dengan konsistensi bidang studi)
- Lulus tepat waktu
- Lebih puas dan sukses dalam karir di pekerjaan selepas lulus kuliah.
Yang menariknya adalah fakta ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh departemen pendidikan Amerika Serikat melalui Pusat Statistik Pendidikan
Nasional AS th 2013 tentang lama studi mahasiswa strata-1, dimana ditemukan
fakta bahwa :
- Hanya 39% mahasiswa yang lulus dalam waktu 4 tahun (semuanya memiliki kecocokan antara profil kepribadian dengan jurusan kuliahnya), sementara 61% sisanya menyelesaikan studinya dalam waktu lebih dari 4 tahun (derajat kecocokan antara profil kepribadian dengan jurusan kuliahnya sangat beragam)
- 59% mahasiswa menyelesaikan studinya dalam waktu 6 tahun
- 40% mahasiswa terpaksa di-DO (drop out) dari program strata-1 (mayoritas karena ketidakcocokan antara profil kepribadian dengan jurusan kuliahnya).
Namun demikian masalahnya tidak hanya berhenti sampai disini saja. Sebab ketika seorang
mahasiswa memutuskan untuk berganti atau pindah jurusan kuliah, menyelesaikan studi dalam waktu yang lebih lama (dari waktu yang seharusnya atau umumnya), atau bahkan harus mengalami drop
out, ternyata hal itu juga berdampak pada hilangnya kesempatan mereka
untuk memperoleh pendapatan sampai dengan sekira 460 juta rupiah (Allen dan
Robbins dalam Jurnal Konseling Psikologi th 2010).
Lho, koq bisa ? Bagaimana fenomena ini bisa dijelaskan ?
Simple saja. Menurut penelitian tersebut dijelaskan bahwa
mahasiswa yang memilih jurusan kuliah yang sesuai dengan profil kepribadian
mereka maka dalam menjalani proses belajar di bangku kuliah mereka ini cenderung
akan lebih merasa puas (dengan pelajaran/jurusan yang mereka pilih), lebih tertantang
dan termotivasi untuk belajar, dan memiliki semangat yang lebih besar untuk
mendapatkan nilai akademik yang tinggi.
Hal-hal inilah yang kemudian pada gilirannya berdampak langsung
pada kecepatan mereka dalam menyelesaikan pelajarannya di bangku kuliah. Dampak
paling akhir adalah ketika mereka mampu menyelesaikan studi dalam waktu yang
lebih cepat dan dengan nilai akademik yang lebih tinggi, maka potensi mereka
untuk mendapatkan pekerjaan atau karir yang mereka inginkan pasca kelulusan juga
akan menjadi lebih besar.
Jadi, ketika jurusan yang dipilih oleh seorang mahasiswa
itu tidak selaras (atau istilah teknisnya tidak KONGRUEN) dengan profil
kepribadiannya, maka mahasiswa tersebut akan cenderung menghabiskan waktu lebih
banyak untuk “mencocok-cocokkan atau mengepas-ngepaskan” kepribadiannya dengan
tuntutan tugas-tugas kuliah.
Contohnya begini. Bayangkan misalnya ketika seorang
mahasiswa yang profil kepribadiannya sangat ekstravert, dinamis, aktif, senang ngobrol,
dan cepat bosan dengan situasi rutin kemudian harus menjalani tugas-tugas praktikum
didalam laboratorium kimia yang umumnya menuntut kehati-hatian yang ekstra, mengharuskan
untuk cermat sebelum bertindak, memerlukan ketelitian tinggi, dan harus tahan
dalam situasi monoton. Maka dapat diprediksikan mahasiswa tersebut akan
mengalami situasi konflik yang sangat besar dalam dirinya antara menampilkan
profil kepribadian alaminya dengan memaksa dirinya untuk berperilaku mengikuti
tuntutan tugas praktikum tersebut. Bukan hal yang mudah tentunya.
Inilah yang kemudian oleh dua orang ahli psikologi
Amerika Serikat, Jeff Allen dan Steve Robbins dijadikan sebagai dasar penelitian
mereka tentang kongruensi (atau keselarasan antara profil kepribadian dan
jurusan kuliah) dengan keajegan (atau konsistensi dalam menjalani belajar pada jurusan
yang dipilih).
Dalam risetnya itu kedua orang ahli ini mengambil sampel
sebanyak 47.914 mahasiswa strata-1 yang sedang menempuh studi di 25 perguruan
tinggi di AS.
Dan hasilnya sudah dapat ditebak : mahasiswa yang
memiliki derajat kesesuaian atau kongruensi yang tinggi diantara profil
kepribadiannya dengan jurusan kuliah yang dipilih akan cenderung punya nilai akademik
(kalau disini disebut IPK) yang lebih tinggi, lulus lebih cepat, dan tidak
mengalami nasib di-DO.
Sementara semakin rendah derajat kongruensi diantara
profil kepribadiannya dengan jurusan kuliah yang dipilih maka mahasiswa
tersebut akan berpotensi lebih besar untuk mendapatkan IPK yang lebih rendah, lebih
lama lulusnya, dan besar kemungkinan mengalami nasib di-DO dari kampusnya.
Jadi, masihkah kita sebagai orang tua akan membiarkan
putra-putra kita memilih jurusan kuliah yang bertentangan dengan profil
kepribadiannya ? Terserah anda …..
(Bersambung untuk jawaban pertanyaan kedua dan ketiga)