Retorika vs Suara Jiwa


Seorang pengemis buta sedang duduk di pinggir jalan di Kota Mekkah. Mulutnya tampak komat-kamit meminta sedekah kepada orang-orang yang lewat di depannya sambil tangannya menjulurkan sebuah kaleng tempat ia menerima uang. Ia juga mengutip al-Baqarah (2) : 195. "Dan berinfaklah kamu (bersedekah atau memberi nafkah) di jalan Allah dan janganlah kamu mencampakkan diri kamu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah kerana sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik".


Tak lama kemudian seorang musafir muslim yang saleh lewat di depan pengemis itu. Ia lalu berhenti dan dilihatnya lekat-lekat pengemis buta itu. Kaleng kecil di depan si pengemis nampak hampir kosong. Hanya ada beberapa koin uang receh didalamnya.


Merasa ada yang datang di depannya, dengan sigap pengemis buta itu segera meminta sedekah dari si musafir. Tak lupa ia juga mengutip ayat-ayat dari kitab suci Al Quran yang menyuruh orang-orang kaya untuk memberikan sebagian hartanya kepada kaum miskin.


Tetapi, alih-alih memberikan sedekah, si musafir malah beringsut mendekati pengemis. Lalu musafir itu memegang bahu si pengemis dan membisikkan sesuatu di telinganya.


" Jika anda berkenan, izinkan saya menuliskan sesuatu di kertas dan menggantungkannya di leher anda.", bisik musafir.


Pengemis buta itu mengangguk setuju. 


Lalu dengan cepat si musafir menulis sesuatu di selembar kertas dan mengikatnya dengan benang kecil dan menggantungkannya di leher si pengemis. Ia pun lalu pergi.


Beberapa jam kemudian, musafir itu kembali mendatangi si pengemis. Pengemis itu terkejut, karena kini kalengnya telah penuh dan dia telah menerima sejumlah besar uang dari sedekah orang-orang yang lewat.


" Apa yang sudah anda tulis di kertas itu tadi tuan ? ", tanya pengemis.


" Oh, itu tadi aku hanya menulis seperti ini : Ini adalah hari yang indah, matahari bersinar cerah, dan saya buta. ", jawab musafir.


© 2012 - 2019 by Sumiharso. Powered by Blogger.

 
Free Host | new york lasik surgery | cpa website design