Di singgasana para dedemit dan lelembut, suatu hari setan muda itu bertanya kepada iblis tua ayahnya, " Ayah, coba ceritakan padaku bagaimana ayah bisa sukses membawa begitu banyak jiwa-jiwa manusia masuk kedalam neraka ? "
Dengan kalem Azazil si iblis tua itu menjawab, " Oh, itu. Mudah saja anakku. Setiap saat yang aku lakukan sebenarnya hanyalah menanamkan rasa takut pada mereka, manusia-manusia bodoh itu ! "
Merasa masih penasaran dengan jawaban ayahnya, setan muda itu kembali mencecar, " Dan apa yang mereka takuti ayah ? Perang ? Kelaparan ? Tak ada makanan ? Tak punya pasangan ? Tak berketurunan ? Tak punya uang ? "
Sambil menyeringai sinis dan mengulum senyum tipis, iblis tua itu menjawab, " Tidak anakku. Bukan itu semua. Mereka tidak takut dengan semua itu. Mereka hanya takut pada penyakit ! "
" Apakah ini berarti mereka tidak akan sakit ? Apakah mereka tidak akan mati ? Apakah mereka tidak tahu jika didalam semua buku suci difirmankan oleh Allah bahwa semua yang bernyawa pasti akan merasakan mati, entah karena penyakit atau sebab-sebab lainnya ? "
Dengan terkekeh hingga nampak gigi taring menyembul dari balik bibir tipisnya, Azazil menjawab, " Tidak begitu, nak. Mereka tahu bahwa suatu saat mereka akan mati. Jalan atau asbab menuju kematian itu banyak sekali. Mungkin bisa karena terpeleset di kamar mandi, ditabrak mobil, diseruduk kambing, ketiban genteng, keracunan sianida, atau bahkan hanya karena tersedak buah ciplukan lalu mati, dan kembali kepada Allah. Itu mereka semua sudah tahu, nak."
" Lalu jika mereka sudah tahu itu semua, lantas kenapa mereka mesti takut kepada sesuatu yang pasti terjadi pada diri mereka, cepat atau lambat ? Aku makin tidak mengerti, ayah ? "
" Tak masalah kau menjadi bingung, anakku. Usiamu juga masih belia. Jam terbangmu juga masih belum seberapa. Pengalamanmu bergaul dengan manusia juga masih minim."
Kemudian sambil merapikan jenggot tipisnya yang cuma tujuh helai laksana jenggot kambing, Azazil melanjutkan," Anakku, ketahuilah manusia itu sangat percaya bahwa satu-satunya hal yang harus mereka pertahankan dengan cara apapun adalah nyawa mereka. Dulupun aku pernah menipu kakek moyang mereka saat kubujuk mereka untuk memakan buah larangan di Taman Aden. Saat itu aku bisikkan pada mereka bahwa buah itulah yang akan membuat mereka kekal di surga. Dan karena itu mereka lalu kusuruh memakannya. Padahal itu cuma tipuanku. Tapi kau tahu, faktanya mereka tertipu, anakku ! "
" Kau tahu, mereka sangat khawatir karena berpikir dan merasa bahwa seolah karena penyakit itulah maka nyawa mereka akan melayang dan tak bisa lagi merasakan kenikmatan hidup. Maka untuk menghindari itu mereka lalu berhenti berpelukan, mereka berhenti saling menyapa, mereka berhenti berjabat tangan. Mereka lalu mengembangkan rasa saling curiga. Mereka membangun rasa was-was sepanjang waktu. Mereka kemudian mengunci diri di rumahnya masing-masing. Mereka kemudian saling menjauh antara yang satu dengan yang lainnya. Mereka melepaskan semua kontak sosial dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sosial mereka. Mereka berhenti mengunjungi keluarga dan teman-temannya. Mereka berhenti menyambung tali silaturrahmi. Padahal hal-hal itulah yang membuat mereka disebut sebagai manusia. Kau tahu, itulah perilaku paling bodoh dari manusia, anakku. Mereka punya akal tapi tak mereka gunakan. Mereka mengaku punya Allah, tapi itu cuma di mulut saja. Tak secuilpun mereka imani dengan hati ! Lalu perlahan tapi pasti mereka akan kehabisan uang dan kehilangan pekerjaan dan juga kegembiraan. Apalah artinya hidup tapi kau tak punya keceriaan dan kegembiraan dalam menjalaninya ? Tetapi mau bagaimana lagi ? Itu adalah pilihan mereka sendiri karena mereka begitu takut nyawa mereka akan hilang. Mereka percaya secara membabi buta dengan semua yang mereka dengar dan baca di media massa. Mereka tak pernah secara kritis mempertanyakan dan menyelidiki apa yang sesungguhnya terjadi dibalik yang tersurat. Mereka mengikuti saja apa kata orang lain dan media massa. Mereka lalu menyerahkan kebebasannya kepada para pemimpin mereka yang sudah berhasil kita bujuk selama bertahun-tahun untuk menjadi budak kita.
Dunia kemudian berubah menjadi kamp konsentrasi massal tanpa perlu kita memaksa mereka menjadi tawanan. Mereka menerima segalanya dengan sukarela !!! Kenapa mereka melakukan hal itu ? Karena mereka ditipu oleh ilusi yang kita ciptakan bahwa dengan cara seperti itu sajalah mereka akan mampu bertahan hidup. Jadi sebenarnya setiap hari mereka sudah mati, anakku !
" Tanpa perlu menunggu malaikat maut menjemput pun, mereka sesungguhnya sudah kehilangan nyawanya. Mereka sudah kehilangan kemanusiaannya. Dan begitulah anakku, sangat mudah bagiku untuk membawa jiwa-jiwa mereka manusia yang bodoh dan menyedihkan itu ke neraka ....."
Ki Djawan Arso